Hayati gadis Minang dari Batipuh. Kecantikannya indah seperti Gunung Merapi. Sosok perempuan sopan santun dan berjiwa besar ini merupakan watak utama dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang telah diterbitkan pada tahun 1938. Hasil karangan ulama terkenal Indonesia, Buya Hamka. Walaupun telah bertahun lamanya
âTENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCKâ Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka merupakan seorang sastrawan sejati. Yunan Nasution mencatat, dalam jarak waktu kurang lebih 57 tahun, Hamka melahirkan 84 judul buku di luar artikel âDari Hati ke Hatiâ yang terdapat dalam Panji Masyarakat, majalah pimpinan Hamka. Salah satu kerangan terkenalnya adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Kisah itu bermula sejak Zainuddin yang berumur 9 bulan telah ditinggalkan Daeng Habibah, ibunya. Kemudian menyusul ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Zainuddin tinggal bersama bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30 tahun yang lalu, ayahnya punya perkara dengan Datuk Mantari Labih mamaknya, soal warisan. Dalam suatu pertengkaran Datuk Mantari terbunuh. Pendekar Sutan kemudian dibuang ke Cilacap selama 15 tahun. Setelah selesai masa hukumannya, ia dikirim ke Bugis untuk menumpas pemberontakan yang melawan Belanda. Di sanalah Pendekar Sutan bertemu dengan Daeng Habibah. Untuk mencari keluarga ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di Padang. Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah. Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar, ia merasa asing di Padang. Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia dapat berkenalan dengan Hayati karena meminjamkan payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin dan Hayati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap dianggap orang asing bagi keluarga Hayati maupun orang-orang di Batipuh. Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-masing, Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hayati. Dengan berat hati Zainuddin meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di tengah jalan Hayati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin. Zainuddin menerima kabar bahwa Hayati akan pergi ke Padang Panjang untuk melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hayati yang bemama Khadijah. Zainuddin hanya dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak ia terusir dari pagar tribun. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hayati mendapat ejekan dari Khadijah. Khadijah sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hayati dengan Aziz, kakak Khadijah sendiri. Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak Base meninggal, Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hayati. Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hayati memutuskan memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hayati menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta. Dengan nama samaran âZâ, Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil âAndalasâ, dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku. Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hayati pun mengikuti suaminya. Suatu kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau âZâ. Karena ajakan Hayati Aziz bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa Tuan Shabir atau âZâ adalah Zainuddin. Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz. Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang menumpuk dan harus meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam bersama perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta pada Hayati. Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi. Mereka terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Setelah sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi meninggalkan isterinya bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang, kecuali untuk tidur. Suatu ketika Muluk memberitahu pada Hayati bahwa Zainuddin masih mencintainya. Di dalam kamar kerja Zainuddin terdapat gambar Hayati sebagai bukti bahwa Zainuddin masih mencintainya. Beberapa hari kemudian diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan Hayati. Aziz meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur di sebuah hotel di Banyuwangi. Hayati meminta kesediaan Zainuddin untuk menerimanya sebagai apa saja, asalkan ia dapat bersama-sama serumah dengan Zainuddin. Permintaan itu tidak diterima baik oleh Zainuddin, ia bahkan amat marah dan tersinggung karena lamarannya dulu pemah ditolak Hayati, dan sekarang Hayati ingin menjadi isterinya. la tidak dapat menerima periakuan Hayati. Dengan kapal Van Der Wijck, Hayati pulang atas biaya Zainuddin. Namun Zainuddin kemudian berpikir lagi bahwa ia sebenamya tidak dapat hidup bahagia tanpa Hayati. Oleh sebab itulah setelah keberangkatan Hayati ia berniat menyusul Hayati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api malam ke Jakarta. Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hayati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hayati tak dapat diselamatkan. Karena luka-luka di kepala dan di kakinya akhimya ia meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Surabaya. Sepeninggal Hayati, kehidupan Zainuddin menjadi sunyi dan kesehatannya tidak terjaga. Akhimya pengarang terkenal itu meninggal dunia. Ia dimakamkan di sisi makam Hayati. RETORIKA KLASIK olehmega Si jaka dari ufuk barat Melangkah pergi membawa mimpi Berbekal kenangan rigidnya hidup Kenangan dari yang dikagumi Bagai siput dengan cangkangnya Mereka torehkan kedalam pena Seakan nyata tanpa jeda Mashur sekarang nama Seperti sosok yang dirindukan Yang sekian lama terpendam gulita Terbit dari asalnya Namun sayang Itu memang yang dirindukannya Resesi terus mendera Ia salahkan dalam retronya lara Pupus harapan pesona grata âkau ini aristokrafâ âtak layak dengan penyairâ Ia damparkan ketanah asalnya Terkaram terkatung katung Dalam tangis berbagai doa dan asa Dan sesal telah menjarah Untuk yang ke dua Namun cangkang takkan meninggalkan siputnya Mendaki dalam sunyi Hanya satu yang berbeda Tanpa permata CLASSICAL rHETORIC bymega The bachelor of the western horizon Stepping away carrying the dream Armed with his rigid memories alive Memories of an admired Like snails with their shells They give yourself into the pen As if the real without a pause Now the name of the renowned As someone who longs Which for so long pent-black Publication of origin but unfortunately It is dear to his heart The recession continued to whack He blamed in his retro sad Dashed hopes of charm grata âYou are aristokrafâ âUnworthy of the poetâ He beached his home ground stalleds In various prayers and cries of desperation And regret have plundered For the secondBut the snail shells would not leave her Climbing in silence Only one different without gemsJudulbuku : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Pengarang : Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA Penerbit : Percetakan Bulan Bintang Tahun terbit : 1939 Cetakan : 25, Agustus 2001 Tebal buku : 224 halaman Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal sebagai HAMKA adalah seorang penulis, penyair ulung pada masanya.
BiografiPengarang Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah karyanya yang paling populer adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, Indonesia pada tanggal 17 Februari 1908.
zEDlAa.